Pemujaan kepada Tuhan untuk kesucian, kebersihan, dijauhkan dari segala macam rintangan, diberikan umur panjang serta kebahagiaan, tidak pernah lepas dari proses Samskara atau Sangaskara (Sangskara), yang berarti upacara.
Samskara bukanlah proses ritual yang sekedar bersifat formalitas, dan juga tradisi atau kebiasaan yang bersifat fungsional. Samskara sendiri memiliki dua aspek pengertian, yang bersifat keluar dan bersifat kedalam.
- Bersifat keluar , segala bentuk ritual dengan proses lahiriah yang bisa dilihat dan dirasakan langsung oleh orang yang menjalankannya. Contohnya: Suddhi samskara, Prayascitta (pensucian), Tapa dan Brata. Perbuatan simbolis dan formalitas yang bertujuan untuk pembentukan jiwa yang sempurna.
- Bersifat kedalam, adalah sifat spiritual, yang bertujuan membentuk jiwa sempurna. Ini merupakan bentuk nikmat yang dirasakan oleh orang yang menjalankan ritual tersebut.
Ritual merupakan paraphernalia mengubah bentuk makrokosmos kedalam bentuk mikro kosmos. dibawah ini adalah peranan samskara:
1. Menghilangkan atau melenyapkan pengaruh jahat dari alam ghaib, seperti pengaruh roh-roh halus yang disebut dengan Bhuta, Kala, Yaksa, Raksasa, Paisaca dan roh-roh jahat lainnya.
Caranya: yaitu dengan permintaan, suruhan atau paksaan yang dilakukan dengan jalan membaca mantra, melempar dan memberikan korban atau yadnya, sebagai sarana untuk meminta atau membujuknya. Mantra, Lafal atau suara-suara tertentu lainnya, seperti bunyi gong dan tambur, adalah perwujudan perbuatan kita secara simbolis dari samskara yang ditujukan kepada roh-roh ini.
2. Menarik atau meminta kepada Dewata, leluhur atau roh yang baik, untuk membantu dengan cara meraga sukma kedalam tubuh pemohonnya, ketika menjalankan ritual samskara.
Caranya: Menggunakan mantra-mantra serta yadnya sebagai sarananya. Ini dimungkinkan karena sifat kekuatan yang baik adalah merupakan “prakasa” (cahaya Tuhan) dan bagi sifat itu tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya mampu memasuki raga manusia. Tentunya dengan syarat-syarat kesucian dan pantangan yang harus dipenuhi, sehingga wadah (stana) betul-betul siap untuk menerima-Nya.
3. Sebagai tanda terima kasih dan menunjukkan rasa bahagia. Samskara yang ditujukan pada tujuan ini diproyeksikan dalam bentuk pesta, mengadakan tari-tari, wayang dan kesenian tradisional lainnya. Sifat agamanya hampir tidak tampak, kecuali siapa yang menyelenggarakan upacara tersebut. Sedangkan sifat sakramennya adalah pada mantra-mantra dan yadnya yang dilakukan. Hampir semua proses upakara ini terlihat hanya pada proses lahiriah saja, sedangkan kedalam adalah untuk menanamkan kebiasaan “satya Wacana” dan “Maha Bahagia”.
Panca Maha Yadnya ( lima upacara besar dalam samskara)
Sebagai tujuan untuk mendidik, samskara dimaksudkan untuk menanamkan kebiasan-kebiasan yang bertujuan suci dan mulia. Tujuan mendidik ini mengandung unsur kebudayaan setempat sehingga akan bisa dirasakan sesudah samskara dikerjakan sebagai bentuk keharusan. Pengalaman yang diperoleh adalah pengalaman spiritual dan perbuatan-perbuatan Mulia. kelima dari Maha Yadnya tersebut adalah:
- Dewa Yadnya, adalah yadnya yang dilakukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa.
- Rsi Yadnya, adalah yadnya yang dilakukan kepada para resi atas jasa-jasa beliau yang telah membina umat dan mengembangkan pengetahuan.
- Manusia Yadnya, adalah yadnya yang dilakukan kepada sesama manusia. Contohnya: Nri Yadnya (memberi sedekah), Atithi Yadnya (memberi makanan kepada tamu).
- Pitra Yadnya, adalah yadnya yang dilakukan kepada para roh leluhur termasuk juga kepada orang tua yang masih hidup.
- Bhuta Yadnya, adalah yadnya yang dilakukan kepada para Bhuta Kala, dengan tujuan untuk menetralisir kekuatan alam sehingga menjadi harmonis.
Hutang Karma Yang Dibawa Oleh Manusia
Berbeda dengan samskara yang dilakukan bersama masyarakat, Yadnya sendiri adalah bentuk kewajiban dan harus dilakukan semampunya oleh masing-masing pribadi manusia, meskipun dalam skala kecil, karena setiap orang yang lahir dan hidup didunia ini pasti diikat oleh hutang karma, yang disebut dengan “Rina bandhana” (ikatan hutang).
Rina sendiri memiliki tiga Jenis yaitu:
- Dewa rina, adalah hutang atman kepada Tuhan. Karena Tuhan telah memberikan atman atau jiwa sehingga kita bisa hidup.
- Resi rina, adalah hutang kepada para Resi atau guru, karena petunjuk dari mereka mampu memberikan pencerahan hidup kepada manusia.
- Pitri Rina, adalah hutang kepada leluhur, yang dimaksud ialah hutang mulai dari kepada orang tua sampai ke tingkat diatasnya atau nenek moyang.
Tri Rina yang sudah disebutkan diatas, juga merupakan landasan pembentukan moral dan spiritual yang mendalam seperti samskara, dan atas landasan Rina inilah, watak manusia dibentuk dengan terarah, untuk menanamkan perasaan terima kasih kepada Tuhan, roh-roh leluhur dan para resi ataupun guru yang sudah membantu memberikan tuntunan hidup suci.
Samskara Sebagai Tuntunan Keseimbangan Hidup Bersama
Samskara hadir sebagai bentuk latihan spiritual secara teratur dan bertahap, hanya dengan melalui latihan manusia akan mampu untuk memahami secara langsung apa yang sudah diyakini, sehingga mampu untuk menjadi dasar kepercayaan yang mendalam dan akhirnya sampailah pada tingkat spiritual yang hakiki.
Dari isinya, samskara dan yadnya bertujuan untuk memperoleh keselamatan, diajuhkan dari segala rintangan dan kekotoran, diberikan umur panjang, keturunan yang berbudi pekerti luhur dan bijaksana (prajna), harapan semua orang yang menjalani hidup.
Bisa diperhatikan kondisi masyarakat sekarang, yang mulai mengalami kemerosotan moral dan mulai meninggikan ego masing-masing. Hal ini terjadi karena penerapan yadnya atau apapun itu namanya, dalam menghargai hubungan antar sesama manusia, Tuhan dan guru sudah mulai luntur dan tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Semoga tulisan ini mampu untuk saling mengingatkan bahwa ajaran leluhur dalam wujud samskara sudah memberikan cara-cara serta jalan keluar dari masalah sosial.