Tidak ada sadhana yang sukses, kecuali rasa takut pada kematian mampu diatasi, konsep waktu sangat penting untuk dipahami. Ini membuat Tantra kemudian meletakkan pemujaan Kali, sebagai kekuatan dari Waktu, proses pertama, dan terpenting, dari semua disiplin ilmu spiritual.
Kali adalah sakti dari Kala, ciptaan ini bukanlah sebuah ilusi, melainkan sama nyatanya dengan Sang Pencipta sendiri, sebagai kekuatan waktu. Kala adalah wujud lain dari Dewa Siwa, yang menguasai berbagai faktor waktu, termasuk waktu keberangkatan (kematian). Kala sendiri memiliki arti waktu, dalam bahasa sansekerta, dan juga diartikan sebagai warna hitam atau gelap.
Dalam proses memenangkan kesadaran akan Ketuhanan, manusia tidak akan kehilangan dunia. Moksa bukanlah tujuan akhir, melainkan pembebasan dari jangkauan waktu, untuk menjadi abadi. Aspirasi mereka bertujuan pada pembebasan di sini dan saat ini, dalam kehidupan itu sendiri. Namun, keberadaan fisik akan dilahap oleh waktu, dan kematian adalah akhir dari sebuah kehidupan.
Dalam perjalanan hidup ini, setiap langkah, setiap saat, manusia dirundung oleh bayang-bayang kematian, dan semua harapan serta cita-cita luhurnya, dirusak oleh kulminasi tragis ini. Ketakutan akan kematianlah, yang mendasari manusia menjadi fana. Merasa kemajuan yang mereka buat dalam spiritual, tidak lagi memiliki arti.
Kisah Lahirnya Dewi Kali
Kali adalah Dewi yang mengendalikan faktor waktu dari alam semesta, sebagai lawan dari ketidakterbatasan Siwa. Luasnya Siwa dibatasi oleh Kali sebagai Mayasakti karena kegelapan intrinsiknya. Ada beberapa tradisi yang menceritakan, bagaimana Dewi Kali pertama kali muncul.
Salah Satu versi menceritakan tentang Dewi Durga, yang memiliki sepuluh tangan, dan masing-masing memegang beraneka rupa senjata, beliau mengendarai singa, dan ikut masuk ke dalam medan pertempuran, bertarung melawan Mahishasura (atau Mahisa), si iblis kerbau.
Pertempuran yang sengit, membuat Dewi Durga menjadi sangat marah, sehingga emosinya meledak dari dahinya dalam wujud sebagai Dewi Kali. Setelah lahir, ternyata Dewi Kali yang berkulit hitam legam ini, menjadi sangat liar dan meminum darah semua iblis yang ditemuinya, serta mengikat kepala mereka yang terpenggal dengan rantai, dan kemudian dikenakannya di leher, ibarat rangkaian bunga.
Tidak ada yang sanggup dan aman dari amukan Dewi Kali yang haus darah, yang semakin meluas ke semua pelaku kesalahan tanpa terkecuali, baik itu manusia maupun Dewa, tidak tahu apa yang harus dilakukan, agar Kali menjadi tenang, dan segera menghentikan perbuatannya.
Untungnya, Dewa Siwa yang perkasa, mampu menghentikan amukan Kali yang merusak, dengan cara berbaring di jalan yang sedang dilalui oleh Kali, dan seketika sang dewi mulai menyadari dimana dia berdiri, dan akhirnya kembali tenang. Dari cerita ini dijelaskan tentang hubungan Kali dengan medan pertempuran, yang merupakan tempat di mana proses kremasi dilakukan.
Dalam versi lain dari kelahiran Kali, yang inkarnasinya dijelaskan dalam Dewi Bhagavata Purana (Bab V). Ceritanya kira-kira seperti ini. Ketika semua Dewa dan Dewi berdoa kepada Parwati, untuk menyampaikan keluhan, mengenai perilaku dari dua iblis Sumbha dan Nisumbha, karena mereka terus-menerus mengganggu para Dewa dan Dewi. Parwati kemudian melepaskan kulit gelapnya, yang kemudian menjadi Kali, salah satu dari namanya adalah Kaushiki (selubung), sedangkan parwati sendiri tetap sebagai gauri (Yang Adil).
Kisah ini ikut menekankan bahwa, kulit hitam Kali, merupakan simbol kegelapan abadi, serta memiliki potensi, untuk menghancurkan dan menciptakan. Menurut Devi Bhagavata, Kali juga dikenal sebagai Bhadrakali dan Kalaratri (malam menghancurkan waktu dan segalanya, malam sebagai kehancuran di akhir dunia.)
Gambaran Dari Wujud Dewi Kali
Beliau digambarkan dalam berbagai bentuk. Namun, wujudnya yang unik adalah karena kulitnya yang berwarna hitam, dan memiliki karangan bunga dari tengkorak yang tergantung di lehernya. Memiliki empat lengan, dan dari keempat lengan ini, memegang sabit di tangan kiri atas, kepala yang dipotong di tangan kiri bawahnya, Sedangkan apa yang dipegang di tangan kanannya, deskripsinya bisa bervariasi. Dalam beberapa cerita, dikatakan membawa cawan berisi darah, dan di sisi lain menunjukkan Varada mudra (pemberian anugerah).
Kali sering digambarkan dalam postur berdiri di atas mayat. Dalam Mahanirvana Tantra, beliau digambarkan hanya dengan dua tangan, satu dengan sikap Abhaya (penghapusan rasa takut, dan secara kontekstual, mengacu pada rasa takut akan kematian bagi yang terikat ego) dan satu lagi, dengan sikap Mudra Varada (pemberian anugerah).
Beliau duduk di atas teratai berwarna merah tua, dengan lidah yang menjulur, yang menandakan bahwa, Dewi Kali mampu mengkonsumsi semua hal jahat, dan hanya memberikan yang paling murni, kepada para penyembah-Nya.
Atribut Yang Harus Dipahami Secara Spiritual
Kulit Berwarna Hitam dan Gelap | |
Menggambarkan kematian, dan ketidakterbatasan, kematian bagi orang-orang berdosa, dan kekekalan merupakan Sifat-Nya. Kali berada di luar jangkauan Kala (waktu), maka beliau bersifat abadi. | |
KalungTengkorak | |
Adalah simbolis dari seluruh ciptaan, tengkorak mewakili realitas keberadaan atau hidup, yang berpuncak pada kematian, ini tidak bisa dihindari oleh semua makhluk hidup. Dengan Jumlah total 50 tengkorak, yang masing-masing mewakili 50 huruf Sansekerta. | |
Rok dari kumpulan tangan yang terpotong | |
Sebagai simbol penghancuran karma (perbuatan), dari mereka yang telah berserah diri kepada-Nya. Dalam rentang waktu yang singkat dari kehidupan manusia, selain itu rok adalah simbol untuk menutupi, organ vital dan pusar, dimana sumber kejahatan manusia bermula dari sex, dan makanan bila tidak dijaga. | |
Kepala Yang Terpenggal | |
Merupakan simbol ego, ini memainkan peran penting. Sebelum ego seseorang dihancurkan, maka jalan pencerahan tidak mungkin bisa dilakukan. | |
Sabit | |
Melambangkan rahmat-Nya Ketika beliau mulai memberikan Rahmat-Nya, hal yang paling utama dilakukan adalah dengan menghilangkan ego seseorang. Mengapa memilih untuk memusnahkan ego dan apa kebutuhannya? Tattva Bodha menjelaskan bahwa ego sebagai, “ahamkara” pikiran pelaku adalah ego. Tanpa ego dihancurkan terlebih dahulu, maka perjalanan spiritual tidak bisa ditempuh secara logis. | |
Berdiri diatas mayat | |
Lebih sering mayat ini digambarkan sebagai Dewa Siwa, yang secara halus menyampaikan, bahwa tanpa adanya Sakti, Siwa adalah mayat. Saundarya Lahari menjelaskan konsep ini demikian. Siwa menjadi tak berdaya tanpa kehadiran Sakti. Ketika Siwa tidak bisa bersatu dengan Sakti, Dia tidak bisa bermanifestasi sebagai alam semesta. Oleh karena itu sifat fungsional dari Sakti sebagai ibu alam semesta begitu menjadi sangat penting. |
Satu hubungan penting selain menguasai waktu oleh Mahakala, dan Mahakali, adalah tempat dimana mereka tinggal, yaitu di tempat pembakaran mayat atau kuburan. Ini terutama untuk menyampaikan, bahwa tujuan akhir dari kehidupan manusia hanyalah tempat pembakaran mayat, terlepas dari status seseorang. Itulah sebabnya Kali disebut sebagai smasana vasini (yang berdiam di tempat pembakaran mayat).
“Semua di sini adalah misteri yang bertentangan; Kegelapan adalah keajaiban dari sebuah cahaya tersembunyi, Topeng Penderitaan yang secara tragis mengungkap rahasia, bahwa kematian merupakan cara, untuk mendapatkan kehidupan yang abadi.”
Dalam mantra Kali, beliau digambarkan seperti ini.
Kali adalah perusak waktu, berwujud mengerikan namun, baik hati. Beliau adalah kebanggan masa Kaliyuga, ibarat lautan kasih sayang yang tanpa batas, yang membebaskan, dan menghancurkan dosa di Kali Yuga.
Kali menyukai kemurnian (perawan), bersuara lembut dan halus, menghancurkan rasa takut, dan mencintai orang-orang yang menyembahnya dengan keharuman kasturi. Tubuhnya dipuja dengan campuran kamper, dan pasta cendana.
Beliau adalah perwujudan dari Kula Cara (kaula cara), menghancurkan ketakutan bagi orang-orang yang menyembahnya, berhias karangan bunga Bijaksara Klim (kamabija). Kali terbuat dari tiga bija mantra yang berbunyi, Krim-Hrim-Rim dan menjauhkan dari kematian bagi mereka yang melafalkan bija mantranya.
MANTRANYA:
Ada beberapa mantra yang dipersembahkan untuk Dewi Kali, namun penulis lebih menyukai mantra yang pendek, yang antara lain:
1. Mantra Daksina Kali yang berbunyi,
“Om krim krim krim hum hum hrim hrim daksinekalike krim krim krim hum hum hrim hrim svaha”
2. Versi singkat dari variasi lain.
“krim kalyani hrim kali rim karali”
(karali artinya mengerikan- sedangkan kalyani adalah keberuntungan).