Terdapat dua jalur spiritual, yang memiliki peran penting, dalam mencapai pertumbuhan rohaniah, dan pencarian makna dalam kehidupan. Kedua jalur ini dikenal sebagai Daksina Marga dan Vama Marga.
Vama Marga atau “jalur kiri” adalah jalur yang lebih kontroversial, dan jarang diamalkan. Istilah ini mengacu pada praktik-praktik spiritual yang berbeda, termasuk praktik asketis, pengendalian diri, dan meditasi. Namun, ada interpretasi yang lebih ekstrem, melibatkan praktek-praktek, yang dianggap melanggar nilai-nilai keagamaan, dan etika dalam banyak tradisi.
Di sisi lain, ada Daksina Marga, juga disebut sebagai “jalur kanan” atau “jalur pemujaan aktif,” menekankan pada praktik pemujaan, ritual, dan pengabdian kepada dewa-dewi atau Tuhan. Para pengikut Daksina Marga percaya, bahwa melalui bhakti (pengabdian yang tulus), mereka bisa mencapai pertumbuhan spiritual, dan menguatkan koneksi mereka, dengan yang Maha Tinggi.
Dalam ritual yang menggunakan mayat, dan tengkorak literal, tersedia bagi mereka yang ingin mendapatkan kemajuan spiritual yang cepat. Praktik semacam itu adalah bagian dari Vama Marga, atau Jalan Tangan Kiri (pengiwa), yang merupakan kebalikan dari Dakshina Marga, atau Jalan Tangan-Kanan (penengen).
Dakshina Marga dimaksudkan untuk mereka, yang mencari kemajuan mantap, dengan mengurangi bahaya kemunduran. Sedangkan Vama Marga digambarkan sebagai “Shighra, Ugra dan Tivra,” atau “cepat, mengerikan dan intens.” Bila jalan ini ditempuh, kemungkinan terjadinya kesesatan kepribadian spiritualis sangat besar, kecuali bila ada perlindungan, dan arahan dari guru yang kompeten.
Ritual seksual yang membuat Tantra terkenal, adalah bagian dari Vama Marga. Ritual di mana seks muncul, yang dikenal sebagai Panchamakara, sebenarnya terdiri dari tiga jenis, tergantung lagi pada kelas selebran, dan hanya dalam satu jenis hubungan seksual yang sebenarnya terjadi.
- Versi itu dimaksudkan hanya untuk Orang Tamasic, Tamas adalah inersia mental atau kebodohan. Intensitas dari lima (Pancha berarti lima) dengan alat pemujaan seperti, daging, ikan, biji-bijian kering, anggur, dan seks, yaitu untuk mengatasi kebodohan pikiran dengan rangsangan. Bila calon telah dipersiapkan dengan baik, energi mental yang meningkat ini, bisa membantu evolusi spiritualnya. Sedangkan bagi calon yang tidak siap, akan dikalahkan oleh rangsangan, dan akan jatuh mengikuti hawa nafsu.
- Orang Rajasik (Rajas berarti aktivitas mental), memiliki pikiran aktif yang harus disalurkan dengan benar. Mereka membutuhkan lebih sedikit rangsangan, dan lebih banyak kontrol, dengan menggunakan jahe, lobak, biji-bijian rebus (bukan kering), santan, dan bunga, dalam ritual Panchamakaranya.
- Orang Sattvic secara alami menikmati Sattva yang cukup (keseimbangan pikiran dan kewaspadaan), dan tidak memerlukan bantuan eksternal untuk beribadah. Mereka memanfaatkan kesunyian, ikan dari pengendalian nafas, butir-butir teknik konsentrasi, anggur intoksikasi Tuhan, dan persetubuhan ego pribadi, dengan Yang Mutlak.
Terminologi Sanskerta, yang digunakan untuk menggambarkan Panchamakara, dengan menyembunyikan makna ini di bawah bagian luarnya. Misalnya, “ikan” adalah yang memiliki arti dari pengendalian nafas, karena manusia memiliki dua lubang hidung, yang disebut dalam terminologi Yoga sebagai sungai, karena terus mengalir (lubang kanan kanan disebut Gangga, dan kiri disebut Yamuna). Sama seperti ikan berenang di sungai, nafas berenang melalui kedua lubang hidung, dan ketika menahan nafas (Kevala Kumbhaka) memiliki arti sama dengan “memakan ikan”.
Panchamakara hanyalah salah satu dari banyak ritual Tantra, tetapi menggambarkan dengan baik konsep dasar Tantra mengenai Bhuta Shuddhi. Alam semesta fisik, adalah permutasi dari lima Elemen Besar yaitu, Bumi, Air, Udara, Api, dan Eter, masing-masing setara dengan wujud materi padat, cair, dan gas, panas (yang mengubah materi, dari satu wujud ke wujud lain), dan medan, dimana semua aktivitas berlangsung.
Untuk mencapai keharmonisan universal, Lima Elemen ini harus diselaraskan. Panchamakara adalah cara yang cepat, dan intens untuk melakukan ini. Daging berarti Bumi, ikan berarti Air, anggur, untuk Api, biji-bijian untuk Udara, dan seks untuk Eter. Ketika seseorang mencapai tahap keseimbangan, di mana masukan-masukan ini tidak menyebabkan, ketidakseimbangan kesadaran atau metabolisme, dan kondisi kesehatan mampu tercapai, karena kesehatan adalah keseimbangan, dan penyakit merupakan ketidakseimbangan. Kesehatan ini jauh lebih permanen dibandingkan kesehatan biasa.
Untuk menangani Lima Elemen, meskipun penting dalam setiap Sadhana Tantra, akan terlalu mekanistik, dan otoritas Tantra, menganjurkan personifikasi dalam pendampingan. Dibandingkan berusaha untuk memusnahkan emosi sepenuhnya, seperti yang dilakukan oleh praktisi Yoga, Tantra memperbesar emosi mereka, dan mentransfernya sepenuhnya ke dewa, kekuatan kosmik yang dipersonifikasikan.
Semua kecenderungan alami dari calon spiritualis, bisa dihabiskan dalam diri mereka sendiri, dengan hubungan pemuja-dewa ini, menghindari penindasan terhadap keinginan apa pun, yang mungkin muncul kemudian, untuk mengganggu keharmonisan.
Jadi Tantra menegaskan, “Tidak ada Mukti (kebebasan dari khayalan) tanpa Bhukti (kenikmatan).” “Kenikmatan” mengacu pada penerimaan semua fenomena yang mungkin terjadi pada seseorang, apakah itu “baik” (menyenangkan) atau “buruk” (menyakitkan). Praktisi spiritual mengandalkan kemurahan hati Alam, (dipersonifikasikan sebagai dewa) untuk melindungi, dan menyediakan. Yoga dan Wedanta mengarah langsung pada Mukti, yang sesuai di masa-masa awal, ketika dunia duniawi tidak terlalu menuntut. Tantra lebih praktis untuk dunia sekarang ini.
Ayurweda dimaksudkan untuk mereka yang hanya menginginkan Bhukti, atau kenikmatan indrawi yang tidak terbatas. Itu diumumkan sebagai doktrin terpisah, karena banyak orang jaman sekarang, tidak bisa memahami aspek spiritual kesehatan.
Vamachara, atau Vamamarga, memang istilah yang lebih kontroversial, dan tidak umum dalam agama Hindu. Dikenal sebagai “jalan kiri” atau “jalur gelap,” praktik Vamachara dianggap tabu, dan tidak diakui atau diamalkan dalam mayoritas tradisi Hindu.
Karena aliran Vamachara tidak secara umum diterima, atau diakui dalam mayoritas tradisi Hindu, sangat penting untuk tidak menggeneralisasi, dan menarik kesimpulan yang salah, mengenai praktik Hindu secara keseluruhan. Mayoritas pengikut Hindu mengikuti Daksina Marga, dan menjalankan praktik-praktik keagamaan yang lebih tradisional, dan dihormati secara sosial dan kultural.