Dalam perjalanan spiritual dan filosofis di dalam ajaran Hindu, Dewa Siwa memainkan peran penting dalam membimbing umatnya, menuju pemahaman yang lebih dalam mengenai makna eksistensi, kesadaran, serta pembebasan.
Makna Filosofis Dan Spiritual dari Vasana adalah suatu keinginan roh yang tidak terpenuhi selama hidupnya. Bagi umat Hindu, sudah menjadi tradisi untuk mempersembahkan makanan kepada almarhum, yang nantinya akan dikonsumsi oleh mereka secara halus dengan menciumnya, bukan mencicipinya. Dengan begitu, bentuk luar makanan tidak akan berubah, meskipun rasanya mungkin akan sedikit hambar.
Namun, sebaiknya kita tidak pernah memakan makanan, yang dipersembahkan kepada orang yang telah meninggal. Makanan persembahan seperti itu telah dicemari oleh keinginan kuat dari roh yang ingin kembali ke kehidupan fisik, ini bisa berdampak buruk pada pikiran. Pembaca bahkan bisa menemukan contoh praktis menjelaskan hal ini, terhadap orang yang suka memakan makanan semacam itu. Hal ini bisa menjelaskan mengapa mereka terlihat begitu materialistis, meskipun mereka beribadah terus-menerus.
Makna Filosofis Dan Spiritual Ritual Pitru Tarpanam
Pitru Tarpanam adalah salah satu ritual setelah kematian, sangat bermanfaat bila dilakukan dengan benar. Ini adalah proses mengundang leluhur yang telah meninggal, juga berusaha memuaskan keinginan tersisanya, yang mencegah mereka mencapai tingkat lebih tinggi dalam hierarki keberadaan. Tidak hanya itu, ternyata ritual ini mampu memengaruhi gen, serta kromosom keturunan menjadi lebih baik. Misalnya, bila salah satu leluhur adalah orang tidak bermoral di zamannya, dan haus akan seks. Ketika dia meninggal, nafsunya tidak akan langsung menghilang; dia akan terus membawanya, tetap haus akan seks, tetapi karena tubuh fisiknya sudah tidak ada lagi, dia tidak memiliki cara lain untuk memuaskan hasratnya.
Namun, gen dan kromosomnya masih ada, itu telah diwariskan kepada anak cucunya dan seterusnya. Tidak ada perbedaan nyata antara benih dan pohon, bukan? Yang satu berada dalam bentuk tidak terwujud, sedangkan satu lagi terwujud sepenuhnya. Sehingga nafsu leluhur ini akan dirasakan oleh keturunannya selama mereka memiliki sebagian materi genetiknya di dalamnya, setidaknya sampai batas tertentu. Manusia memiliki jutaan gen; tidak semuanya bekerja sekaligus. Bagaimana tubuh bisa memutuskan mana yang berhasil? Dengan ritual ini, adalah salah satu cara untuk mengetahuinya.
Makna Filosofis Dan Spiritualnya bila Pitru Tarpanam dilaksanakan, dan leluhur ini dilahirkan kembali dalam rahim baru, mungkin melalui rahim hewan, karena dia begitu dikuasai oleh hasrat kebinatangan untuk bersanggama, maka dia akan memiliki tubuh baru yang cocok untuk menikmati seks sepuasnya. Selanjutnya, dia akan mengidentifikasi dirinya dengan gen dan kromosom barunya, dan akan melupakan yang lama. Maka keturunannya akan terbebas dari pengaruhnya, karena dia tidak akan menyebarkan nafsu yang bisa menular bila dituruti. Hal ini akan membuat pikiran menjadi lebih jernih serta kurang meminati seks seperti leluhur sebelumnya.
Leluhur akan memberkati keturunannya tersebut, karena telah memberikan sarana untuk melewatinya, yaitu dengan memenuhi keinginan terakhirnya. Selain itu, keturunan telah berhutang budi kepada seluruh leluhur, dengan memberikan tubuh fisik kepada keturunannya, ini adalah salah satu cara untuk melunasi hutang tersebut juga menghilangkan ikatan karma. Bukankah ini luar biasa? Semua orang bahagia.
Para Leluhur Dan Keturunannya
Leluhur adalah salah satu alasan susahnya untuk terlahir kembali. Setiap kali terlahir kembali, kita harus menghadapi keinginan, serta kebutuhan semua leluhur yang telah meninggal. Setelah kita berhasil mengatasi semua keterbatasan itu, hidup kita ternyata telah berakhir. Itulah sebabnya ketika mencapai tahap tertentu dalam sadhana, seseorang akan mulai mendambakan kebebasan, dari kewajiban terlahir kembali. Penting untuk diingat bahwa keselamatan, Moksha, kebebasan dari kelahiran kembali, atau apapun namanya, adalah rahmat Dewa Siwa, tidak ada yang lain. Seperti yang diucapkan Dewa Siwa kepada Shakti-Nya,
Semua kebodohan yang telah Engkau ciptakan untuk bermain, harus ditidurkan; buatlah mereka tidak menyadari kebenaran dan biarkan mereka meraba-raba. Hanya sedikit yang akan meraih dan datang kepada-Ku, kemudian ikut bergabung ke dalam diri-Ku, ketika mereka mulai sadar sepenuhnya.
Inilah sebabnya mengapa setiap orang yang pergi ke Setra atau kuburan, akan menangis; tempat ini juga dikenal dengan sebutan Rudra Bhumi, tempat mengalirnya air mata. Makna Filosofis Dan Spiritualnya, bagi orang biasa akan menangis karena tertipu oleh Maya, dan mengidentifikasi diri sebagai saudara atau teman, bagi yang baru saja meninggal. Sedangkan orang suci dan makhluk abadi, mereka akan menangis bahagia, karena di dalam Setra itulah, mereka mampu melihat kepribadian sejati dari diri mereka sendiri, yang merupakan kesadaran murni dar Siwa.
Makna Filosofis Dan Spiritual Dewa Siwa
Sedangkan posisi kesadaran Dewa Siwa sendiri terletak di Samadhi Nishto atau samadhi permanen, dimana beliau memiliki kesatuan abadi dengan alam semesta. Samadhi Dewa Siwa berbeda dengan keadaan samadhi biasa, karena beliau menyadari segala sesuatu setiap saat. Sedangkan di dalam samadhi biasa, seseorang sangat bisa kehilangan kesadaran akan realitas eksternal: Sedangkan Dewa Siwa adalah kesadaran sempurna. Beliau hampir tidak pernah disentuh oleh Maya, karena maya adalah ciptaanya, serta mengizinkannya untuk bermain-main sesuai keinginannya.
Dewa Siwa tidak akan pernah mati, oleh karena itu semua dewa serta makhluk surgawi lainnya di alam semesta, turut tunduk pada yurisdiksi-Nya; Umpamanya beliau mati, bagaimana akan mampu untuk mencabut nyawa mereka kelak. Karena Siwa tidak bisa mati, Beliau tidak pernah dilahirkan, karena segala sesuatu yang dilahirkan pasti mati. Kematian mengancam semua makhluk dengan cara yang sama.
Itulah sebabnya Siwa disebut Swayambhu atau ada dengan sendirinya, tidak mengalami kelahiran juga kematian. Sedangkan ikon Siwa sebagai Nataraja, Penguasa Tari, di mana Beliau dikelilingi oleh api peleburan saat tarian-Nya mulai menciptakan, memelihara, serta menghancurkan alam semesta, yang tak terhitung jumlahnya secara bersamaan, sesuai dengan irama genderang berkepala duanya (damaru). Siwa adalah sumber suara itu. Beliau adalah ritme murni.
Makna Filosofis Dan Spiritual tentang kemutlakan Dewa Siwa. Wujud apapun yang disembah hanyalah wujud, dan ibadahmu adalah pemujaan terhadap kemutlakan di baliknya. Misalnya saja Siwa Lingga, patung yang paling sering dipuja di India selama ribuan tahun. Namun, apakah itu sebenarnya? Siwa Lingga adalah simbol keteguhan dan stabilitas mutlak. Apa yang lebih kuat dari batu? kita bisa memukulnya, mengguncangnya, atau melakukan apapun yang disuka, tetapi batu tidak akan pernah bergeming. Lingga Siwa adalah penis Siwa, dan alas tempatnya dipasang adalah vagina istrinya Parvati atau Yoni. Ada pepatah dalam bahasa Sansekerta:
Bhagamukhe linga, agnimukhe parada,
yang memiliki arti,
Tidak peduli seberapa baik dirimu melatih penis atau memadatkannya melalui merkuri secara alkimia, penis akan selalu berejakulasi ketika dimasukkan ke dalam vagina, dan merkuri akan selalu meleleh ketika dimasukkan ke dalam api.
Tapi hal tersebut tidak berlaku terhadap Dewa Siwa. Beliau benar-benar mampu membakar nafsu dari kesadaran-Nya. Penisnya akan selamanya berada di vagina Parvati, namun Dia tidak pernah kehilangan kendali. Inilah sebabnya para alkemis Tantra sangat memuja-Nya, karena merkuri adalah perwujudan dari air mani Siwa, dan hanya melalui rahmat-Nya mereka bisa mencapai kemampuan untuk memadatkannya, sehingga tidak akan meleleh meskipun dilemparkan ke dalam api.
Makna Filosofis Dan Spiritual Dari Kenangan Hidup
Hidup hanyalah sebuah kenangan. Mungkin kenangan manis atau kenangan pahit, namun itu hanyalah kenangan. Selama manusia ingat bahwa dirinya adalah orang ini dan itu, dengan ini dan itu, memiliki alamat, punya saudara, teman juga yang lainnya, maka akan bisa tetap hidup. Namun, ketika lupa atau ketika hutang karma telah terbayar, dan gudang karma menjadi kosong – manusia tidak akan bisa lagi mengidentifikasi dirinya dengan apa pun. Tanpa memori tidak ada kehidupan.
Dalam bahasa Sansekerta, kata ingatan dan Dewa Nafsu adalah sama, yaitu Smara. Keinginan merupakan penyebab karma, dan ketika keinginan dihancurkan, ingatan juga akan hilang, dan akan bebas. Inilah sebabnya mengapa Dewa Siwa dikenal sebagai Smarahara (artinya Penghancur Nafsu sekaligus Penghancur Ingatan). Sma dalam tata bahasa berarti “masa lalu”. Ingatan hanyalah masa lalu. Sma-rahara mengubahmu dari bentuk sekarang ke bentuk lampau, juga membunuhmu. Sma-shan adalah tempat pergi dari masa kini ke masa lalu, di mana keberadaan diubah menjadi kenangan.
Makna Filosofis Dan Spiritual Mahakala
Selama hidup, tubuh ditopang oleh ego, yang mengidentifikasikan diri dengan tubuh, kerabat, kepribadian, dan seterusnya. Ego tidak lain adalah Kundalini Shakti, merupakan bagian pribadi manusia dari Adya. Sepanjang hidup manusia, ego akan berusaha menemukan pasangannya, yaitu Dewa Siwa, karena selama dilahirkan kembali kedunia, manusia telah melupakan kebenaran, dan merasa sudah menemukan bukti keberadaan Dewa Siwa ada pada orang lain, serta meyakinkan diri sendiri telah menemukan jodohnya yang selama ini dicari.
Ketika Mahakala mencabut nyawa seseorang, sebenarnya beliau hanya memanggil Shakti yang berada dalam tubuh orang tersebut untuk datang, dan bersatu dengan-Nya. Inilah sebabnya mengapa Mahakala tidak memiliki bentuk; karena beliau setengah bentuknya yang ada disetiap tubuh manusia. Setiap makhluk ciptaan memiliki separuh bagian dari-Nya, dan akan mencoba untuk menghabiskan seluruh hidupnya, untuk bersatu kembali dengan separuhnya yang hilang, dan kembali menjadi satu kesatuan.
Mahakala bagaikan kunci utama, yang untuk sementara waktu menyediakan separuh dari kesempurnaan-Nya hilang, sehingga cukup lama bagi individu untuk melupakan keberadaan diri sebelumnya, memulai berjalan menuju keberadaan baru. Ketika Mahakala menjemput seseorang, segera ego-Shakti melihat-Nya secara langsung kemudian menyadari,
“Oh, tidak! Saya bukan tubuh, saya bukan kepribadian yang terbatas, Saya adalah permaisuri dari Tuhanku, Kepribadian yang tak terbatas serta abadi!”
Karena cinta-Nya yang meluap-luap, Shakti kemudian meninggalkan tubuh tersebut untuk bersatu dengan Tuhannya, dan melupakan dengan siapa mengidentifikasikan dirinya. Begitu ego lupa mengidentifikasi diri dengan tubuh, individu tersebut mati.
Namun ada beberapa Yogi dan beberapa makhluk yang lebih tinggi lainnya, berada dalam wujud Sada-Siwa: dimana ego-Shakti individunya selalu menyatu dengan Siwa, namun mereka tidak sepenuhnya bersatu karena jika mereka bersatu, keberadaan individu harus diakhiri. Hal ini memang sangat jarang terjadi, namun bila hal ini terjadi, maka ia akan bisa melampaui kematian.
Mahakala adalah seorang Rudra; Dia membuat semua orang menangis. Beliau juga menangis, karena kegembiraan, setiap kali Dia menjemput seseorang? Beliau berpikir,
“Dengan kemurahan hatiku, saya telah membebaskan orang ini dari semua kesakitan, dan kesengsaraan dalam hidupnya, orang tersebut bahkan tidak menyadari kehadiranku. Sekarang dia benar-benar merasa damai. Hanya orang-orang bodoh yang menangisi kematian mereka; mereka harus menangisi diri sendiri.”
Dewa Siwa adalah Bholenath, Penguasa yang Welas Asih. Dia tidak mempunyai satupun kekejaman dalam diri-Nya. Dia adalah makhluk yang paling baik hati karena Dia membebaskan manusia dari semua penderitaan duniawinya. Karena setiap orang takut mati, itulah sebabnya tidak ada seorang pun yang mau mencintai Mahakala. Hanya dua orang yang tercantum dalam kitab suci yang mampu mencintai Mahakala, dan keduanya menjadi abadi, yaitu: Markandeya dan Nachiketa.
Penghancuran memang perlu, tapi sayangnya, tidak ada seorang pun mau menghadapi kematian. Bahkan bagi Rama juga Krishna yang merupakan inkarnasi Tuhan sebenarnya, ada satu momen mengejutkan, yaitu satu getaran, ketika Mahakala muncul di hadapan Mereka. Sesosok Maya kecil ada di sana, kenangan sesaat akan anak-anak Mereka atau siapa pun. Jadi, lihatlah, pemandangan Mahakala begitu mengerikan, sehingga Tuhan yang berinkarnasi pun gemetar di hadapan-Nya.
Tentu saja kehadiran Mahakala tidaklah buruk; itu mengagumkan. Namun ego melihat-Nya sebagai sosok mengerikan, karena datang untuk merenggutnya dari semua keterikatannya, dan beberapa keterikatan menjadi sangat dalam. Ketika sudah bebas, Dia akan segera menyadari siapa dirinya, dan siapa Mahakala. Tetap waspada pada saat kematian, adalah upaya seumur hidup.
Makna Filosofis Dan Spiritual terhadap kematian itu sendiri. Banyak orang menganggap kematian adalah sesuatu yang harus ditakuti. Bukan begitu. Kelahiran adalah sesuatu yang harus ditakuti, karena ketika kamu dilahirkan, kamu melupakan semua hal yang telah di lakukan di kehidupan masa lalumu, serta pergi keluar juga menghancurkan dirimu sendiri. Tapi ketika kematian dilepaskan dari belenggu fisiknya. Ketika beliau menjemput seseorang, kedatangannya selalu penuh kasih, terutama ketika menyangkut orang-orang yang tidak bersalah, dan tidak berbahaya.
Namun, anak-anak memiliki tempat istimewa dalam hati-Nya. Siwa sangat enggan untuk mengambil nyawa anak-anak. Dia akan berupaya sekuat tenaga, untuk membuat mereka merasa aman dan nyaman, untuk melepaskan mereka dari penderitaan. Mengapa beliau begitu sayang terhadap anak-anak? Mereka adalah simbol ketulusan dan kepolosan, mengingatkan-Nya pada Wisnu dalam wujud-Nya sebagai bayi. Karena Siwa dan Wisnu saling melengkapi satu sama lain, pelestarian dan penghancuran, adalah bagian yang tak terpisahkan, dalam keberlangsungan alam semesta.
Kesimpulan
Dewa Siwa adalah salah satu dewa utama dalam agama Hindu, dan dia memiliki makna mendalam dalam aspek spiritualitas dan eksistensial. Melambangkan kesadaran yang sempurna dan kesatuan abadi dengan alam semesta. Tidak terpengaruh oleh ilusi (Maya) dan tidak pernah mengalami kelahiran atau kematian.
Konsep-konsep seperti penghancuran nafsu dan ingatan, pembebasan dari karma, dan mencapai kesadaran yang lebih tinggi adalah elemen penting dalam ajaran Dewa Siwa. Sedangkan Mahakala, yang melambangkan kematian, adalah cara untuk mencapai pembebasan dari siklus kelahiran dan kematian dengan menyatukan kembali individu dengan kesatuan.
Tulisan ini menekankan pentingnya kesadaran, penghancuran nafsu, dan penghapusan ingatan dalam pencarian spiritualitas dan pemahaman akan makna hidup. Pesan kasih dan welas asih juga muncul melalui gambaran Dewa Siwa sebagai makhluk yang baik hati, terutama terhadap anak-anak. Tulisan ini mengajak kita untuk merenungkan konsep-konsep filosofis dan spiritual dalam agama Hindu, dan bagaimana hal ini dapat membimbing individu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang eksistensi dan tujuan hidup.