Dalam segala kehidupan manusia, terdapat unsur komunikasi yang sangat penting. Manusia berkomunikasi dengan berbagai cara, mulai dari kata-kata hingga ekspresi wajah. Namun, Pengaruh Tri Guna juga mempengaruhi cara kita berkomunikasi juga mengucapkan mantra.
Pengaruh Tri Guna Dalam Pengucapan Mantra, sangat penting untuk diketahui. Karena pengaruh Maya ini menghasilkan varian suara yang memiliki tingkat kemurnian yang berbeda. Selain itu, dalam blog ini juga akan menggali konsep intonasi, serta pengaruhnya pada makna, bagaimana suara mampu digunakan untuk mencapai komunikasi telepati. Semoga tulisan ini memberikan wawasan yang mendalam mengenai pentingnya suara, juga pengucapan mantra dalam praktik spiritual. Membantu kita mencapai pemahaman lebih luas, mengenai diri sendiri dan alam semesta.
Pengucapan Mantra
Mengulang Mantra adalah hal yang sangat berguna. Namun, memberitahu mantra yang sedang dipelajari kepada orang lain, akan beraibat fatal. Tidak berhenti disana, ada kesalahan lain yang tidak bisa dianggap sepele dan cukup menghancurkan, yaitu salah pengucapan mantra. Karena cara sebuah kata diucapkan, sangat berkaitan dengan maknanya.
Misalnya, perbedaan dalam intonasi dan ekspresi saat mengucapkan kata-kata, ini mampu mempengaruhi perasaan seseorang. Ketika Pembaca memasuki sebuah ruangan, dan menyapa dengan suara merdu, memberikan senyuman, itu bisa menciptakan suasana positif, juga membuat orang merasa nyaman serta terbuka untuk berkomunikasi. Namun, bila sapaan terdengar dingin, maka orang mungkin akan merasa bahwa suasana hati seseorang sedang buruk, dan hal ini bisa menghambat komunikasi.
Sama halnya dengan mantra. Bila mantra diucapkan dengan tepat serta benar, maka akan memberikan hasil seperti yang diinginkan. Satu mantra, diucapkan dengan dua cara berbeda, akan menghasilkan dua mantra berbeda, juga mungkin memberikan efek berlawanan. Itulah sebabnya Weda, sangat menekankan prosodi dan intonasi. Kita tidak bisa memperoleh manfaat apapun dari Weda, kecuali bila diucapkan dengan sempurna, tanpa kesalahan apa pun. Sayangnya, tidak ada manusia di zaman sekarang, mengetahui caranya dengan benar. Jadi ketika mencoba melafalkan himne Weda tertentu, sebaiknya jangan melafalkan dengan lantang. Hal ini ini tidak sebanding dengan resikonya.
Pengaruh Tri Guna Dalam Pengucapan Mantra, sebaiknya selalu disarankan untuk melafalkan mantra dalam hati. Berapa banyak orang yang bisa mengucapkan bahasa Sansekerta dengan benar saat ini? Sangat sedikit. Bahasa Sansekerta disebut bahasa mantra, karena setiap kata-katanya bisa dijadikan mantra. Inilah sebabnya mengapa bahasa Sansekerta tidak boleh diajarkan kepada sembarang orang. Hendaknya diajarkan hanya kepada yang mampu mengucapkannya dengan benar, karena bila namanya salah maka bentuknya juga akan salah, maka segala sesuatunya akan kacau balau.
Di masa lalu, para Resi dan murid mereka sangat terampil dalam pengucapan bahasa Sansekerta dengan benar, mereka menggunakan intonasi berbeda, untuk menunjukkan bagaimana cara yang berbeda, juga bisa menghasilkan efek mantra berbeda.
Mereka juga mengetahui hal-hal lain, termasuk cara terbaik memanfaatkan keempat tingkat Suara. Suara bukanlah produk pikiran merupakan kemampuan kreatif yang independen, perasaan yang bekerja melalui pikiran. Kundalini adalah kekuatan ekspresi diri seseorang, artinya Suara hanyalah ekspresi verbal Kundalini. Inilah sebabnya mengapa cakra teratai memiliki Bija Mantra sebagai kelopaknya, dan mengapa mantra sangat penting untuk membangkitkan Kundalini.
Empat Tingkat Suara
Suara seperti apa yang digunakan, akan ditentukan oleh di mana Kundalini berada ketika berbicara. Selama Kundalini masih tertidur, atau sebagian besar tertidur, kita akan berbicara terutama dalam suara verbal yang kasar, suara biasa digunakan oleh orang-orang biasa. Saat Dia terbangun, suara akan menjadi semakin halus. Jenis manifestasi bisa dihasilkan dengan mantra, bergantung pada jenis suara mana digunakan saat mengulanginya.
Apapun yang diucapkan oleh seorang Resi bisa segera menjadi kenyataan, karena para Resi mampu mengucapkan kata-kata ilahi. Firman Tuhan sangat berbeda dengan kata-kata manusia pada umumnya, karena kemampuan Tuhan dalam mencipta sangat berbeda, dengan kata-kata yang digunakan oleh manusia.
Empat tingkatan suara tersebut, dari terendah hingga tertinggi,
- Vaikhari, suara vokal, hanya untuk hal-hal duniawi. merupakan suara fisik, selalu memiliki objek eksternal. Secara umum orang biasa, menggunakan Vaikhari untuk berkomunikasi. Vaikhari hanya berguna bagi makhluk hidup, setelah mati, mereka tidak bisa lagi mendengar suara verbal. Mereka masih bisa mendengar pikiran orang-orang yang ditinggalkannya, tetapi tidak mampu untuk mendengar kata-katanya, mungkin karena sering kali manusia mengatakan satu hal, padahal sebenarnya mereka bermaksud adalah lain.
- Madhyama, seperti namanya, suara berada di tengah-tengah antara duniawi dan spiritual. Orang yang beritikad baik menggunakan Madhyama, yaitu suara batin, sehingga objeknya bersifat internal. Pashyanti hanya untuk hal-hal rohani.
- Pashyanti, Pashyanti berarti ‘melihat’—melihat dengan dengan menggunakan mata dewa, kewaskitaan. Sebenarnya, ini bukanlah melihat dalam arti sebenarnya menggunakan mata fisik; itu adalah persepsi, karena organ fisik penglihatan tidak memainkan peran, atau hanya memerankan peran sangat kecil di dalamnya. Mata disini hanya bertindak sebagai wahana persepsi. Makhluk abadi seperti Naths dan Munis, sadar akan pentingnya perkataan mereka dengan menggunakan Pashyanti.
- Para, tingkat suara ini dimaksudkan hanya untuk Rsi, dimana melampaui persepsi atau suara telepati, yang tertinggi.
Di Satya Yuga, hampir semua orang berkomunikasi secara telepati dengan menggunakan Para. Bahkan di Satya Yuga, ada beberapa orang yang memiliki kesadaran relatif tidak murni, dimana sifatnya lebih kebinatangan dibandingkan orang lain. Orang-orang ini menggunakan Pashyanti juga Madhyama, yang pada dasarnya masih merupakan bentuk komunikasi non-verbal, tetapi lebih kasar dibandingkan Para.
Ketika sebagian besar orang di dunia tidak bisa lagi berkomunikasi melalui Para, maka Satya Yuga juga telah berakhir. Satya Yuga adalah satya, jujur, karena Para, yang tidak pernah salah. Satya Yuga berlangsung lebih lama karena zaman itu penuh dengan kebenaran.
Orang-orang mampu melakukan sadhana di Satya Yuga, dengan sangat baik dibandingkan sekarang, karena mereka bisa berbicara dalam Para. Apapun yang diucapkan dalam Para jutaan kali lebih kuat dibandingkan yang diucapkan dalam bentuk suara lainnya, terutama Vaikhari.
Pengaruh Tri Guna Dan Transfer Energi
Kita tidak bisa mengungkapkan cinta kepada siapapun dalam Vaikhari (verbal), karena api di lidah hanya akan membakarnya. Namun, bila ingin mengungkapkan cinta, baik kepada manusia atau dewa, selalu gunakan setidaknya suara Madhyama, bila mampu gunakan Pashyanti atau Para.
Inilah mengapa berciuman itu sangat indah. Saat berciuman, kita tidak mampu mengucapkan mantra dalam Vaikhari atau verbal, dan mungkin juga tidak ingat, untuk mengucapkannya dalam suara Madhyama; karena apapun yang akan dikomunikasikan akan berada pada tingkat yang lebih tinggi.
Seperti halnya dalam Vajroli (yoga seksual), menyalurkan energi, juga bisa dilakukan melalui ciuman. Transfer energi melalui ciuman seratus kali lebih mudah, dibandingkan transfer energi melalui teknik Vajroli, karena lebih sedikit energi terlibat. Bila mempunyai niat untuk berbagi energi dengan seseorang, cukup dengan menciumnya, meskipun tidak tahu tekniknya, transmisi akan tetap terjadi, meskipun hal ini kurang efisien.
Namun berciuman dengan bibir tetap menyebabkan hilangnya energi. Sebagian energi memang terpancar, namun sebagian besar juga hilang, karena perhatian akan terjebak pada kelembutan bibir. Dahulu orang hanya mencium kening saja. Seiring berjalannya waktu, mereka secara bertahap bergerak ke bawah, wajah hingga mencapai bibir. Berciuman dengan bibir biasanya mengarah pada hubungan seksual; bibir atas dan bawah saling berhubungan.
Berciuman dengan melibatkan bagian bawah lidah, akan membangkitkan energi paling besar karena banyaknya saraf di sana. Namun apa gunanya membangkitkan banyak tenaga, bila tidak mampu berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Pashyanti atau Para? Seperti halnya ketika berhubungan seksual, sangat sedikit energi berhasil disalurkan, sebagian besarnya akan terbakar habis oleh nafsu. Karena ini adalah Kali Yuga, ketika pengaruh Maya mencengkram dengan begitu kuatnya.
Maya dan Pengaruh Tri Guna
Vaikhari, Madhyama dan Pashyanti, masing-masing didominasi oleh Tamas, Rajas, dan Sattva. Karena dunia yang kita kenal atau dunia Maya, adalah hasil dari Tiga Guna ini. Penggunaan ketiga bentuk suara ini terbatas serta tidak sempurna, karena semuanya masih berada dalam pengaruh Maya. Sedangkan keadaan di luar Guna, adalah keadaan di luar kekuasaan Maya. Keadaan sempurna karena bersifat mutlak, yaitu Para. Tidak diperlukan mantra lagi disini; mantra hanya digunakan, ketika berusaha untuk menyaring suara dari tingkat kasar ke halus.
Dengan bantuan suku kata suci Om. Tiga setengah gulungan Kundalini melambangkan tiga setengah huruf dari kata Om: a, u, m, dan anusvara (nasalisasi) di bagian akhir. Namun Om juga memiliki bindu (titik ortografis) di atas anusvara. Anusvara dan bindu harus berpasangan. Bindu adalah sebuah titik: posisi tanpa dimensi, sebagaimana didefinisikan dalam pelajaran matematika. Anusvara bisa diucapkan dalam Vaikhari dan Madhyama, tetapi bindu hanya bisa ‘diucapkan’ dalam Pashyanti dan Para. Bagaimana cara mengucapkan titik? tentu tidak bisa; tapi niat mengucapkannya bisa saja ada.
Niat tidak memiliki arti apa-apa dalam Vaikhari; karena penipu yang lihai mampu membuat korbannya menangis, sementara dia sendiri tertawa terbahak-bahak melihat korbannya. Niat sangat berarti dalam Madhyama, dan Pashyanti. Tapi niat, menentukan segalanya di Para. Faktanya, Para tidak lain hanyalah niat, niat yang dimurnikan dari ego melalui Kundalini Shakti, diperbesar jutaan kali dengan ibadah yang intens.
Bindu juga digunakan saat Kundalini berpindah dari Cakra Vishuddha ke Cakra Ajna, saat Shunya dimulai. Itulah hakikat bindu: kekosongan, yang merupakan sumber segala suara, medan tempat munculnya suara.
Suara Para Bagaikan Madu
Kata ‘manis’ dalam bahasa Sansekerta adalah Swadu, atau madhura. Dari semua rasa manis-manis di dunia, hanya madu yang disebut madhu, karena hanya madu mampu memberikan rasa manis pada tubuh, tanpa dicerna terlebih dahulu. Hal ini karena madu sudah dicerna oleh lebah. Sedangkan madhura memiliki tambahan ‘ra’ di belakangnya, bahwa ‘ra’ mengacu pada Elemen Api. Apa pun yang bersifat madhura harus dicerna terlebih dahulu, sebelum rasa manisnya bisa dilepaskan ke dalam sistem. Dari semua bentuk suara yang ada, hanya Para yang benar-benar madhu. Para, bisa langsung menuju sasarannya, dan segera memberikan efeknya, seperti halnya madu di dalam tubuh. Karena Pengaruh Tri Guna Dalam Pengucapan Mantra membuat suara lainnya, harus dicerna terlebih dahulu oleh pendengarnya, sebelum efeknya bisa dirasakan oleh tubuh untuk meresponnya.
Suara Pashyanti bersifat madhura, begitu juga dengan Madhyama. Itulah sebabnya mereka sangat berguna. Sedangkan Vaikhari hanya kadang-kadang terasa manis, karena ia berada di bawah kendali semua Enam Rasa. Inilah sebabnya, mengapa kita kadang bisa berbicara dengan manis, dan pada saat lain, terdengar tajam, pahit, masam, asin, dingin dan keras.
Kesimpulan
Kita bisa memahami bahwa suara, serta pengucapan. Memiliki peran penting dalam konteks spiritualitas, komunikasi, juga tradisi mantra, serta bahasa Sansekerta. Berikut ini beberapa poin kunci, yang bisa diambil:
- Suara Mempengaruhi Makna: Suara serta intonasi tepat, sangat mempengaruhi makna suatu kata, atau mantra. Pengucapan dengan tepat sangat diperlukan, untuk memastikan efek yang diinginkan, dari mantra tersebut.
- Bahasa Sansekerta Sebagai Bahasa Mantra: Bahasa Sansekerta dianggap sebagai bahasa mantra, di mana setiap kata memiliki potensi menjadi mantra. Oleh karena itu, penting untuk memahaminya, agar mantra diucapkan dengan benar.
- Penggunaan Mantra dalam Kundalini: Mantra adalah ekspresi verbal dari Kundalini, merupakan kekuatan ekspresi diri seseorang. Dengan intonasi berbeda, bisa mempengaruhi tingkat energi, juga kesadaran yang dicapai melalui mantra.
- Mantra dan Efeknya: Mantra memiliki kemampuan untuk mengarahkan energi, juga mempengaruhi kesadaran. Suara Para, dengan niat paling murni, dianggap sebagai manifestasi tertinggi, serta paling kuat dalam pengaruhnya.
- Komunikasi Telepati sebagai Komunikasi Lebih Tinggi: Di masa lalu, komunikasi telepati menggunakan suara Para, merupakan hal umum. Dalam konteks spiritual, penggunaan suara lebih tinggi seperti Pashyanti serta Para, memungkinkan komunikasi jauh lebih tinggi.
- Kontrol Niat dan Pengendalian Nafsu: Penting untuk menjaga niat murni, dalam penggunaan mantra. Transfer energi melalui ciuman juga bisa efektif, bila diiringi oleh niat baik, serta kontrol nafsu.
- Hubungan Tri-Guna dan Maya: Suara juga terkait dengan tiga guna – Tamas, Rajas, dan Sattva, mempengaruhi penggunaan suara. Sedangkan Suara Para, sebagai suara paling murni, berada di luar pengaruh Maya.
Dalam praktik spiritual, pemahaman mendalam mengenai suara serta pengucapan, adalah kunci untuk mencapai pemahaman mengenai diri juga alam semesta. Suara tidak hanya sebagai alat komunikasi fisik, tetapi juga sebagai sarana untuk mencapai kesadaran lebih tinggi, juga mampu untuk mengaktifkan energi spiritual.