2. Memahami Koneksi Pengucapan Mantra, Kirtan dan Praktik Nyasa
Kemantapan atau keteguhan pikiran adalah hal terbaik di seluruh ritual sadhana. Itulah sebabnya kami selalu mendorong untuk melakukan japa secara mental. Japa dalam hati adalah cara terbaik, karena terhindar dari masalah salah pengucapan, selain itu juga mampu untuk meningkatkan keteguhan atau kemantapan pikiran. Ketika sedang melafalkan sebuah mantra, semua anggota badan harus tidak boleh bergerak termasuk lidah. Hanya dengan kondisi tubuh, perasaan benar-benar tenang, serta stabil, maka shakti dari mantra tersebut mampu meresap di tubuh. Gerakan apa pun hanya merusak efeknya, bahkan melemahkannya.
Lalu bagaimana dengan orang-orang mengatakan, bahwa ketika sedang melafalkan sebuah mantra maka tubuh secara otomatis mulai bergerak dengan sendirinya, seakan-akan membuktikan, bahwa hal tersebut adalah effek mantra tersebut telah meresap? Itu hanyalah omong kosong belaka, bila kita menyanyikan Kirtan atau Bhajan (Kidung pemujaan), maka praktisinya bisa dianugerahi pengabdian mendalam, sehingga mulai menari tanpa ia disadari. Itu adalah pertanda bagus, menunjukkan bahwa Kirtan tersebut telah melakukan apa seharusnya.
Kirtana sebenarnya berasal dari kata kartana berarti memotong karma. Sedangkan huruf i dalam kirtana menunjukkan, bahwa itu harus dilakukan secara musikal. Saat karma mulai terbakar, maka perasaan jauh lebih ringan, bukankah ini akan membuat kita menari? Tapi hal tersebut tidak ada hubungannya dengan mantra sadhana, di mana tubuh praktisinya harus tetap diam.