5. Siwa dan Racun Halahala: Penerimaan dan Penyucian
Siwa adalah kesadaran murni. Ketika manusia berhasil mengambil hati-Nya maka kesadarannya juga akan diubah menjadi kesadaran ilahi untuk selamanya, sehingga sepanjang hidup di dunia namun dirinya tidak terjamah oleh keduniawian, seperti halnya bunga teratai yang tumbuh dari lumpur namun tetap tidak ternoda olehnya. Teratai sangat disayangi Siwa karena merupakan perwujudan kearifan.
Orang awam mempunyai pikiran yang dipenuhi dengan panasnya nafsu, hal ini disebabkan oleh gesekan yang ditimbulkan oleh gejolak mental akibat Sankalpa, dan Vikalpa, atau kepastian serta ketidakpastian. Keinginan dan panas adalah hal yang sama. Tentu saja kata raga berarti gairah juga melodi, sedangkan dalam Ayurweda raga berarti peradangan. Sebaliknya, ketenangan memiliki arti tidak adanya gejolak mental. Dewa Siwa selalu melakukan pertapaan, menghancurkan hawa nafsu hari demi hari, sama seperti ketika membakar dewa cinta, hanya dengan sekali pandang dari mata ketiga-Nya.
Sedangan pertapaan yang luar biasa dilakukan oleh Dewa Siwa, menciptakan panas sehingga perlu untuk terus-menerus didinginkan. Inilah salah satu alasan mengapa beliau mengenakan bulan sabit di dahi-Nya, dan seekor ular kobra di leher-Nya. Karena ular terasa sejuk saat disentuh, dan umumnya akan tenang serta tidak bergerak kecuali diganggu, atau bila kita berusaha mengganggunya maka ular akan menggigit. Gambaran Dewa Siwa yang duduk tak bergerak dalam samadhi, dalam cuaca yang sangat dingin di puncak Gunung Kailash mengamati keheningan, menunjukkan bahwa tidak adanya Sankalpa dan Vikalpa. Dimana pikiran Dewa Siwa selalu teguh seperti batu, inilah sebabnya mengapa lingga merupakan simbol-Nya.
Tapi mengapa Dewa Siwa masih perlu melakukan pertapaan, padahal telah mencapai keadaan yang begitu tinggi? Hal ini karena Siwa telah menelan racun Halahala yang mengerikan, racun samsara yang mengancam akan menghancurkan dunia. Untuk melindungi ciptaan-Nya, juga karena melihat Krisna atau gopala dalam wujud semua makhluk di dunia, dan tidak tahan untuk melihat Gopala-Nya bermasalah. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut, yang menyebabkan tenggorokan-Nya menjadi berwarna biru. Itulah sebabnya mengapa Siwa juga disebut sebagai Nilakantha (Yang Bertenggorokan Biru).
Halahala menjelma pada peristiwa mengaduk Lautan susu, dan kita akan membahas makna esoteriknya suatu hari nanti, tapi untuk saat ini renungkan kata Ham dan Lam yang merupakan Bija Mantra untuk masing Chakra Vishuddha dan Muladhara yang menghasilkan kata Hala (Halahala).
Jadi Halahala sendiri melambangkan racun dari segala sesuatu yang terletak di lima Chakra terendah, artinya segala sesuatu dari racun tersebut terdiri dari Lima Elemen. Oleh karena itu Siwa kemudian menahan racun samsara tersebut di Chakra Vishuddha yang terletak di leher, dan tidak pernah membiarkannya untuk mempengaruhi diri-Nya. Oleh sebab itu Siwa selalu berada di atas samsara, dalam samadhi abadi.